Drone (Pesawat Tanpa Awak)
Drone atau pesawat tanpa awak adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot
atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan hukum
aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu
membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya . Penggunaan terbesar
dari pesawat tanpa awak ini adalah dibidang militer. Rudal
walaupun mempunyai kesamaan tapi tetap dianggap berbeda dengan pesawat
tanpa awak karena rudal tidak bisa digunakan kembali dan rudal adalah
senjata itu sendiri.
Pesawat tanpa awak memliki bentuk, ukuran, konfigurasi dan karakter yang bervariasi. Sejarah pesawat tanpa awak adalah Drone target,
pesawat tanpa awak yang digunakan sebagai sasaran tembak. Perkembangan
kontrol otomatis membuat pesawat sasaran tembak yang sederhana mampu
berubah menjadi pesawat tanpa awak yang kompleks dan rumit.
Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama
yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah
pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan
kedalam pesawat sebelum terbang.
Saat ini, pesawat tanpa awak mampu melakukan misi pengintaian dan
penyerangan. Walaupun banyak laporan mengatakan bahwa banyak serangan
pesawat tanpa awak yang berhasil tetapi pesawat tanpa awak mempunyai
reputasi untuk menyerang secara berlebihan atau menyerang target yang
salah.
Pesawat tanpa awak juga semakin banyak digunakan untuk keperluan sipil (non militer) seperti pemadam kebakaran , keamanan non militer atau pemeriksaan jalur pemipaan. Pesawat tanpa awak sering melakukan tugas yang dianggap terlalu kotor dan terlalu berbahaya utnuk pesawat berawak.
Saat ini Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) telah diproduksi oleh
industri dalam negeri antara lain : PT. Dirgantara Indonesia, PT. UAV
Indo, PT. Globalindo Tekhnologi Service Indonesia, PT. RAI (Robo Aero
Indonesia), PT. Aviator dan PT. Carita. Adapun PTTA hasil produk dalam
negeri tersebut saat ini digunakan untuk kepentingan olahraga
kedirgantaraan dan beberapa industi masih mengadakan pengembangan PTTA
untuk kepentingan sasaran latihan Arhanud. Dengan adanya kemampuan
berbagai industri dalam negeri dalam mengembangkan PTTA tersebut,
merupakan potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan PTTA yang memiliki kemampuan sebagai pesawat
pengintai/pemantau sasaran/objek dari udara. Pengembangan PTTA tersebut
dilakukan dengan melengkapi sebuah kamera dan hasilnya secara langsung
dapat diamati pada layer Display di Ground Station.
Pengembangan
Dalam sebuah perancangan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA), terlebih
dahulu harus mendefinisikan misi penerbangan seperti apa yang akan
dilakukan oleh pesawat tersebut. Hal ini harus dilakukan karena tidak
ada satu jenis PTTA yang bisa melakukan semua misi yang ada dalam
penerbangan. Pesawat Terbang Tanpa Awak dimaksudkan untuk mengemban misi
pemantauan udara untuk melihat objek yang diam atau bergerak diatas
permukaan tanah. Misi tersebut dilakukan diwilayah dengan dukungan
infrastruktur yang minim seperti daerah hutan, pegunungan, rawa dan
lain-lain. Dengan misi tersebut, maka PTTA harus merupakan gabungan
karakter antara tipe pesawat sport, trainer dan pesawat trainer glider,
yaitu berkecepatan rendah, sangat stabil, dapat melayang dan mudah
dikendalikan. Agar dapat melakukan pemantauan dengan saksama maka PTTA
harus memiliki tinggi terbang 200 m, kecepatan terbang 60 km/jam dan
lama terbang 60 menit.
Agar dapat dimobilisasi/demobilisasi dengan mudah maka pesawat
tersebut harus praktis, portable dan agar dioperasikan secara “Take off
hand launched” maka bobot dari pesawat harus ringan agar dapat
diluncurkan dengan menggunakan tangan, sehingga berat pesawat harus
lebih kecil dari 6 kg. Sementara itu, pada bagian Airframe/Fuslage PTTA
terdapat berbagai instrument, untuk itu perlu lift yang besar dari
pesawat, untuk memperoleh lift yang besar maka sayap harus luas,
menggunakan wing aerofoil Un simetris dengan letak letak sayap berada
diatas airframe dan menggunakan engine power yang tidak terlalu besar.
Disamping onstrimen yang terdapat dalam pesawat, PTTA dilengkapi video
camera system dengan karakteristik sebagai berikut :
- Resolusi: minimum sama dengan resolusi TV yaitu 420 baris
- Berat: tidak lebih dari 500 gr
- Volume: tidal lebih dari 350 cm3
- Telemetry: Line of Sight (LOS) dengan frekuensi yang aman
Spesifikasi PTTA
- Panjang pesawat: 1.800 mm
- Tinggi pesawat: 250 mm
- Rentang sayap: 2.100 mm
- Daya mesin: 1,5 PK
- Berat lepas landas: < 6 kg
- Berat muatan: 500 gram
- Daya jelajah: 1 jam
- Kecepatan terendah: 20 km/jam
- Kecepatan normal: 60 km/jam
- Ketinggian operasi: 200 m
- Ketinggian maksimum: 1.000 m
- Jangkauan radio modem: 10 km
- Jarak pengunduhan video:10 km
- Frekuensi pengunduhan video: 2,4 GHz
- Frekuensi kontrol radio TX: 72 MHz
- Sistem daya: 12 VDC
- Bidang kendali: standar (2 bidang aileron, 1 bidang elevator dan 1 bidang rudder)
Sistem kendali PTTA
Tahap manual
Pada tahap ini take off dan landing peran pilot (operator) mutlak
diperlukan untuk mengendalikan PTTA mencapai ketinggian dan kecepatan
operasi yang diinginkan serta untuk mengantisipasi keadaan pengendalian
yang di luar dugaan. Pada tahap ini pilot menggunakan Remote Control
Transmitter (R/C Tx) untuk mengendalikan PTTA. Dalam pengujian
menggunakan R/C Tx, pilot dapat dengan efektif mengendalikan PTTA sampai
pada jarak 1 km dengan kondisi batere yang baik.
Kemudian setelah melalui serangkaian uji terbang, maka dilakukan
beberapa perubahan pada rancangan awal. Perubahan tersebut adalah :
panjang pesawat menjadi 1050 mm, panjang sayap menjadi 1800 mm dan
bidang kendali aileron kiri dihilangkan. Perubahan-perubahan ini
dilakukan untuk : menambah kecepatan jelajah PTTA, mendapatkan
kestabilan static yang lebih baik serta meminimalisir bagian mekanik
yang kritis di pesawat agar aman saat terjadi benturan ketika mendarat.
Tahap autopilot
Ketika PTTA sudah berada pada ketinggian operasi dan kecepatan
terbang yang diinginkan maka pilot mengaktifkan system kendali
autopilot.
Sistem ini meliputi : Wing leveler untuk menjaga pesawat tetap
datar/level, Airspeed hold untuk menjaga kecepatan pesawat agar tetap
pada satu angka kecepatan yang telah deprogram dan Altitude hold untuk
menjaga ketinggian terbang pesawat agar tetap pada satu ketinggian yang
telah diprogramkan. Pada pengujian autopilot system diperoleh hasil yang
sangat baik, terindikasi dengan performa terbang (ketinggian, kecepatan
dan kestabilan terbang) yang baik. Pesawat ini dapat terbang dengan
lintasan lurus dan mendatar.
Pemanfaatan pesawat tanpa awak
Pemanfaatan pesawat tanpa awak yang telah menunjukkan hasil
menjanjikan di luar negeri umumnya jauh dari konsumen, di lokasi kerja,
atau kawasan relatif terpencil yang biasanya menggunakan pesawat
berawak.
Perusahaan tambang memakai kamera definisi tinggi yang terpasang pada
badan pesawat tanpa awak untuk menciptakan peta tambang tiga dimensi
yang penting dalam kalkulasi volume material yang telah digarap. Hal
tersebut memungkinkan banyak perusahaan untuk menyesuaikan taksiran
produksi. “Lebih cepat, lebih mudah, dan lebih efisien” daripada juru
survei manusia atau pesawat berawak, ujar Thomas Lerch, pengguna pesawat
tanpa awak untuk kepentingan pengukuran tambang kerikil dan tempat
pembuangan sampah akhir di Swiss.
Contoh pesawat tanpa awak
- RQ-8A Fire Scout
- RQ-2B Pioneer
- RQ-2B Pioneer
- Northrop Grumman Global Hawk
- General Atomics MQ-9 Reaper
- AeroVironment Raven dan Raven B
- Bombardier CL-327
- Yamaha RMAX
- Lockheed Martin Desert Hawk
- General Atomics MQ-1 Predator
- Puna
- Puna Sriti
- Puna Alap-alap
- Puna Gagak
- Puna Pelatuk
- Puna Wulung
- LSU 02
0 komentar :
Posting Komentar